1. Stroke ( istilah lain
Cerebrovascular accident ( CVA ) atau Cerebral apoplexy ), adalah
kerusakan otak akibat tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah otak.
Penyumbatanpermbuluh darah dapat terjadi akibat penyempitan pembuluh
darah, penyumbatan oleh suatu emboli atau karena kedua-duanya. Akibatnya
banyak orang menderita karena susah bicara, lumpuh, dll
Poliomielitis , penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus yang menyerang neuron-neuron motoris sistem saraf ( otak
dan medula spinalis ). Gejala-gejalanya antara lain :
sakit kepala, kaku duduk, sakit oto dan kemudian bisa menyebabkan
kelumpuhan
Epilepsi, penyakit karena dilepaskannya
letusan-letusan listrik ( impuls ) pada neuron-neuron otak.
Parkinson, penyakit yang disebabkan oleh
berkurangnya
neurotranslator dopamin pada dasar gangglion dengan gejala tangan gemetaran sewaktu istirahat ( tetapi gemetaran itu hilang sewaktu tidur ), sulit bergerak, kekakuan otot, otot muka kaku menimbulkan kesan seolah-olah bertopeng, mata sulit berkedip dan langkah kaki menjadi kecil dan kaku.
neurotranslator dopamin pada dasar gangglion dengan gejala tangan gemetaran sewaktu istirahat ( tetapi gemetaran itu hilang sewaktu tidur ), sulit bergerak, kekakuan otot, otot muka kaku menimbulkan kesan seolah-olah bertopeng, mata sulit berkedip dan langkah kaki menjadi kecil dan kaku.
Transeksi , kerusakan atau seluruh segmen tertentu
dari medula spialis. Misalnya karena jatuh, tertebak yang disertai
dengan hancurnya tulang belakang.
Neurasthonia, ( lemah saraf ) , penyakit ini ada
karena pembawaan lahir, terlalu berat penderitanya, rohani terlalu lemah
atau karena penyakit keracunan.
Neuritis, radang saraf yang terjadi karena pengaruh
fisis seperti patah tulang, tekanan pukulan, dan dapat pula karena racun
atau difisiensi vitamin B1, B6, B12.
Amnesia, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk
mengingat atau mengenali kejadian yang terjadi dalam suatu periode di
masa lampau. Biasanya kelainan ini akibat guncangan batin atau cidera
otak.
Cutter, kelainan di mana penderitanya selalu melukai
dirinya sendiri pada saat depresi, stres, atau bingung.
|
·
Kelainan Saraf Tepi
Gangguan ini adalah kumpulan penyakit-penyakit yang terjadi dan melibatkan susunan saraf tepi. Sehingga untuk dapat mudah memahami penyakit ini perlu diketahui dan ‘dikuasai’ anatomi, fisiologi, biokemistri, dan farmakologi saraf tepi.
Gangguan ini adalah kumpulan penyakit-penyakit yang terjadi dan melibatkan susunan saraf tepi. Sehingga untuk dapat mudah memahami penyakit ini perlu diketahui dan ‘dikuasai’ anatomi, fisiologi, biokemistri, dan farmakologi saraf tepi.
Anatomi
Saraf Tepi adalah bagian dari Susunan Saraf pada manusia yang dapat dibedakan atas Susunan Saraf Pusat (terdiri dari Otak dan Medula Spinalis) dan Susunan Saraf Tepi yang terdiri dari juluran inti sel saraf yang berada di dalam otak dan medula spinalis menuju ke efektor yaitu kulit dan atau otot.
Saraf Tepi adalah bagian dari Susunan Saraf pada manusia yang dapat dibedakan atas Susunan Saraf Pusat (terdiri dari Otak dan Medula Spinalis) dan Susunan Saraf Tepi yang terdiri dari juluran inti sel saraf yang berada di dalam otak dan medula spinalis menuju ke efektor yaitu kulit dan atau otot.
Saraf
tepi yang terganggu akan menimbulkan kelainan seperti lumpuh atau lemah
(bila mengenai saraf motorik) atau perasaan sensasi yang terganggu
seperti tidak merasa, merasa kesemutan, merasa ditusuk-tusuk, atau
merasa panas yang sangat tidak nyaman sampai nyeri hebat (bila yang
terkena adalah saraf sensorik). Semua keluhan ini dapat terjadi karena
gangguan hantaran saraf pada saraf tepi tersebut tidak berfungsi dengan
benar. Penyebab gangguan tersebut antara lain karena kerusakan akson dan
atau kerusakan mielin yang membungkus akson.
Jadi,
secara anatomis, saraf tepi dapat dipahami sebagai suatu sistem yang
berfungsi menghantarkan informasi berupa impuls elektrik ke arah efektor
atau reseptor dalam hal ini kulit. Saraf tepi ini tersusun dari inti
sel saraf yang terletak di otak dan di medula spinalis. Bila di otak
disebut sebagai saraf kranialis atau saraf kepala. Bila di medula
spinalis disebut sebagai radiks spinales yang terdiri dari 8 pasang di
cervical, 12 thorakal, 5 lumbal dan 5 sakral. Dari kedua pasang
serabut-serabut saraf ini kemudian membentuk saraf-saraf yang menuju ke
efektor seperto otot, kulit, tendon, bursa dsbnya.
Dampak
narkoba terhadap sistem saraf dan indra
Narkoba
adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seseorang
seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta prilaku seseorang jika
masuk kedalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup,
disuntik, intravena dan lain-lain sebagainya.
Sebenarnya, narkoba ini
digunakan di rumah sakit-rumah sakit, seperti narkotika yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit pasien pada saat operasi. Untuk pemakaian
ini, narkotika harus digunakan sesuai dengan dosis yang tepat dan di
bawah pengawasan dokter. Namun, karena efeknya yang dianggap dapat
membuat jiwa lebih tenang dan nyaman, ada upaya sebagian orang untuk
menyalahgunakannya, yaitu menenangkan jiwa yang sedang kacau sehingga
beban tersebut terasa hilang. Padahal, beban tersebut tetap ada, malahan
pemakaian obat-obatan tersebut menambah masalah baru bagi dirinya,
terutama kesehatannya. Masalah tersebut akan timbul apabila si pemakai
telah merasa ketagihan, yaitu dengan rusaknya alat tubuh terutama sistem
saraf, penurunan gairah seksual, dan kemandulan.
Sistem saraf adalah sistem
yang memiliki fungsi untuk menerima dan merespon rangsangan. Terdiri
dari otak, saraf tulang belakang, simpul-simpul syaraf dan serabut
syaraf.
Salah satu akibat narkoba adalah mempengaruhi kerja otak.
Pemakaian narkoba sangat mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai
pusat kendali tubuh dan mempengaruhi seluruh fungsi tubuh. Karena
bekerja pada otak, narkoba mengubah suasana perasaan, cara berpikir,
kesadaran dan perilaku pemakainya.
Menurut Laurensius Daniel
Agen, SKM, Dosen Akper Darma Insan Pontianak, ada beberapa macam
pengaruh narkoba pada kerja otak. Ada yang menghambat kerja otak,
disebut depresansia, sehingga kesadaran menurun dan timbul kantuk.
Contoh golongan ini adalah opioida yang di masyarakat awan dikenal
dengan candu, morfin, heroin dan petidin. Kemudian obat penenang atau
obat tidur (sedativa dan hipnotika) seperti pil BK, Lexo, Rohyp, MG dan
sebagainya, serta alkohol. (Obat Narkoba berupa Home Formula Nomor 8
dengan panjang gelombang 453 nanometer bekerja pada sistem Medulla
Oblongata sebagai anti-depresi).
Namun ada pula narkoba yang
memacu kerja otak, disebut stimulansia, sehingga timbul rasa segar dan
semangat, percaya diri meningkat, hubungan dengan orang lain menjadi
akrab. Akan tetapi menyebabkan tidak bisa tidur, gelisah, jantung
berdebar lebih cepat dan tekanan darah meningkat. Contohnya adalah
amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan nikotin yang terdapat dalam
tembakau. Ada pula narkoba yang menyebabkan khayal, disebut
halusinogenika. Contoh LSD. Ganja menimbulkan berbagai pengaruh, seperti
berubahnya persepsi waktu dan ruang, serta meningkatnya daya khayal,
sehingga ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenika.
Agen mengatakan, dalam sel
otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter.
Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel
saraf lainnya (sinaps). Beberapa di antara neurotransmitter itu mirip
dengan beberapa jenis narkoba. Semua zat psikoaktif (narkotika,
psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan
dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau
beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam
terjadinya ketergantungan adalah dopamin. (Obat Narkoba berupa Home
Formula Nomor 2 bekerja pada kelenjar pineal,Obat Narkoba,HF 4 bekerja
pada kelenjar Hipotalamus, Obat Narkoba,HF 5 bekerja pada kelenjar
Limbic dalam otak untuk menormalkan sistem saraf dan mood)
Narkoba
terdiri dari berbagai macam dan berbagai jenis, namun secara umum ada
jenis tertentu dari narkoba yang tepat berpengaruh terhadap system saraf
manusia.
Ada empat macam obat yang berpengaruh terhadap sistem saraf,
yaitu:
1. Sedatif, yaitu golongan
obat yang dapat mengakibatkan menurunnya aktivitas normal otak.
Contohnya valium.
2.
Stimulans,
yaitu golongan obat yang dapat mempercepat kerja otak. Contohnya
kokain. Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan
merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang
didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang
berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini
biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek
stimulan. Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal,
khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek
vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu
narkotik bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek
merugikannya telah dikenali. Kokain digunakan karena secara
karakteristik menyebabkan elasi, euforia, peningkatan harga diri dan
perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain dalam dosis rendah
dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif.
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi,
seperti agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku
seksual yang impulsif dan kemungkinan berbahaya agresi peningkatan
aktivitas psikomotor Takikardia Hipertensi Midriasis. Setelah
menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi
depresi pascaintoksikasi ( crash ) yang ditandai dengan disforia,
anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi,
kadang-kadang agitasi. Pada pemakaian kokain ringan sampai
sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian
berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan
mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus Kokain juga
dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang
mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya
dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti
diazepam ( Valium ).
3. Halusinogen, yaitu golongan obat yang
mengakibatkan timbulnya penghayalan pada si pemakai. Contohnya ganja,
ekstasi, dan sabu-sabu.
4. Painkiller, yaitu golongan obat yang menekan
bagian otak yang bertanggung jawab sebagai rasa sakit. Contohnya morfin
dan heroin. Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin
merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) .
Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam
bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan
disuntikkan, sedangkan Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih
kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering
disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini . Heroin, yang
secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang
menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun
pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi
diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker
terminal karena efek analgesik dan euforik-nya
yang baik.
Penggunaan obat-obatan ini memiliki pengaruh terhadap kerja
sistem saraf, misalnya hilangnya koordinasi tubuh, karena di dalam tubuh
pemakai, kekurangan dopamin. Dopamin merupakan neurotransmitter yang
terdapat di otak dan berperan penting dalam merambatkan impuls saraf ke
sel saraf lainnya. Hal ini menyebabkan dopamin tidak dihasilkan. Apabila
impuls saraf sampai pada bongkol sinapsis, maka gelembung-gelembung
sinapsis akan mendekati membran presinapsis.
Namun karena dopamin tidak
dihasilkan, neurotransmitte tidak dapat melepaskan isinya ke celah
sinapsis sehingga impuls saraf yang dibawa tidak dapat menyebrang ke
membran post sinapsis. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terjadinya
depolarisasi pada membran post sinapsis dan tidak terjadi potensial
kerja karena impuls saraf tidak bisa merambat ke sel saraf berikutnya.
Efek lain dari penggunaan
obat-obatan terlarang adalah hilangnya kendali otot gerak, kesadaran,
denyut jantung melemah, hilangnya nafsu makan, terjadi kerusakan hati
dan lambung, kerusakan alat respirasi, gemetar terus-menerus, terjadi
kram perut dan bahkan mengakibatkan kematian.
Untuk menyembuhkan para
pencandu diperlukan terapi yang tepat dengan mengurangi konsumsi
obat-obatan sedikit demi sedikit di bawah pengawasan dokter dan
diperlukan dukungan moral dari keluarga serta lingkungannya yang
diiringi oleh tekad si pemakai untuk segera sembuh. Hal yang paling
penting adalah ditumbuhkannya nilai agama dalam diri si pemakai.